Saya menulis postingan ini di atas kereta cirebon express yang sedang melaju dalam kecepatan tertingginya menuju cirebon, meninggalkan kota jakarta yang melambai di belakang sang kereta.
Beberapa orang mungkin bertanya, jika mereka adalah pembaca setia blog ini. Atau mungkin anda yang bertanya.
‘bukannya kamu seharusnya sedang akan menunaikan ibadah kerja praktek hari pertama zul?’
Seharusnya memang begitu. Namun pengalaman singkat bertemu pembimbing kerja praktek yang terlihat sangat santai dalam balutan pakaian tak rapih dan sendal jepit yang menggantung di kakinya, ditambah ajakan terus menerus dari om saya untuk pulang ke cirebon, membuat saya memutuskan untuk pulang kampung saja pagi ini. Lumayan. Ada tambahan libur 1 hari.
Kami (saya dan om) berangkat dari tempat kosan kami di pagi sekali, jam setengah enam pagi. Awalnya saya yang masih awam jakarta, dan hanya tau bahwa kereta cirebon express cuma lewat di gambir berpikir bahwa kesanalah kami kan menuju.
Namun, ternyata, saya salah secara mutlak. Ke jatinegara ternyata kami kan bermuara, salah satu stasiun besar lainnya di ibukota.
Sesampainya disana, setelah naik angkot 1 kali, lalu berganti taksi, om saya langsung memimpin jalan.
Dan entah kenapa, pintu yang kami masuki berlabel ‘KELUAR’. Bingunglah saya, berulang kali bertanya, kenapa tidak lewat pintu utamanya. Nanun om saya tak memerdulikan dan berdiri menunggu kereta yang sdah berisik meraung raung hendak datang.
Singkat cerita, kami berdua masuk ke kereta, duduk di gerbong paling depan. Tanpa tiket.
Dan ketika sang kondektur datang, om saya menyelipkan uang ala kadarnya ke dalam kantong kondekturnya.
Hal yang sama dilakukan oleh orang di depan saya. Di samping. Di belakang. Dan di belakangnya lagi.
Saya tak tahu seberapa banyak lagi.
Miris rasanya.